Tulung Naga: Bisikan dari Hutan Larangan dan Pesona Uluan Nunghik

CERITA RAKYAT OPINI TULANG BAWANG BARAT

Penulis: Ansyori Ali Akbar| 16 April 2025, Pukul ,12:12 Wib.

(Penikmat Kopi Tanpa Gula)

Di jantung Kota Tiyuh Panaragan, Kelurahan Panaragan Jaya, Kabupaten Tulang Bawang Barat, bersemayam legenda Tulung Naga—kisah turun-temurun yang menggetarkan jiwa dan membisikkan kearifan leluhur. Dahulu kala, jauh sebelum hiruk pikuk perkantoran dan kesunyian rumah dinas Bupati Tubaba membayangi, wilayah ini merupakan hamparan luas hijaunya dedaunan, udara segar, dan kicauan burung yang merdu. Di sanalah, terbentang Tulung Naga, bukan sekadar tempat, melainkan Las Sengok, hutan larangan yang diselimuti misteri.

Bayangkan: jantung Panaragan berdebar di tengah rimbunnya Tulung Naga, hutan larangan Las Sengok yang diselimuti kabut misterius. Udara senja terasa berat, seakan napas Tulung Naga sendiri menyelimuti. Bayangan pepohonan menari-nari bak hantu, dan setiap gemerisik daun terdengar seperti bisikan sang naga. Di kedalamannya, bersemayam Tulung Naga, penjaga tanah yang perkasa. Sisiknya berkilauan bak intan di bawah sinar rembulan, napasnya membuai dedaunan dengan aroma tanah basah dan rempah-rempah gaib. Aroma mistis itu, bercampur dengan harum tanah basah setelah hujan, membuai indra penciuman, seakan memanggil dan sekaligus memperingatkan.

Namun, kekuatan gaib Tulung Naga juga merupakan peringatan keras. Sang naga amat peka terhadap niat dan bisikan hati manusia. Siapa pun yang memasuki Las Sengok dengan hati tercemar kejahatan atau lisan kotor, akan merasakan murka sang naga. Kutukannya datang tanpa aba-aba; penyakit memilukan tiba-tiba muncul, kecelakaan tragis menghantam seperti kilat, dan kematian menari di ujung senja, menjemput tanpa permisi. Semua itu adalah balasan atas ketidakhormatan, atas kelalaian manusia yang melupakan keseimbangan alam dan kekuatan gaib yang menjaganya.

Anak-anak Panaragan, sejak kecil, telah diajari untuk berbisik lembut ketika mendekati hutan larangan, takut akan murka sang penjaga yang tak terlihat. Mereka tahu, Tulung Naga bukanlah hanya legenda; ia adalah nadi kehidupan, keseimbangan, dan kekuatan gaib yang menjaga harmoni alam dan manusia. Keangkeran Tulung Naga bukanlah mitos belaka, melainkan rasa hormat yang tertanam dalam jiwa masyarakat Panaragan, salah satu tiyuh tertua. Mereka hidup berdampingan dengan kekuatan gaib, selalu berhati-hati dalam berucap dan bertindak di wilayah sakral tersebut. Ucapan adalah doa, dan doa yang buruk akan kembali sebagai kutukan yang mengerikan.

Kini, jejak kekuatan gaib itu masih terasa. Di pertigaan Panaragan Jaya, berdiri tegak Tugu Naga Bersanding (Tugu Rato), monumen megah sebagai persembahan penghormatan kepada Tulung Naga. Namun, seiring waktu, Tulung Naga yang dulunya dikenal karena keangkerannya, kini juga dikenal karena keindahannya. Di dekatnya, berdiri Uluan Nunghik, destinasi wisata yang menawarkan pesona alam mempesona. Uluan Nunghik menjadi bukti bahwa kekuatan gaib dan keindahan alam dapat hidup berdampingan, asalkan manusia selalu menjaga keseimbangan dan menghormati alam sekitarnya.

Kisah Tulung Naga dan Uluan Nunghik bukanlah sekadar legenda. Ia adalah warisan leluhur, ajaran tentang hidup selaras dengan alam dan penghormatan mendalam terhadap kekuatan gaib yang tak terlihat. Tulung Naga bukanlah monster, melainkan simbol keseimbangan kosmik—pengingat akan pentingnya menjaga kesucian hati dan lisan agar hidup sentosa dan terhindar dari murka alam yang tak terduga. Sementara Uluan Nunghik, menjadi bukti bahwa keindahan alam dapat dinikmati selagi manusia tetap menghormati kekuatan gaib yang menjaganya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *