Oleh:
Ujung Pena: Elia SunartoTubaba,Seruntingnews.Com
Bibir saya bergerak tak beraturan bukan lantaran combro buatan Bik Minah yang aku kunyah sore ini panas dan pedas seperti biasanya. Tapi ada rasa gemes, marah dan prihatin yang baku tindih di benakku. Ada berita yang makin membuat kukuh yakinku bahwa negeri ini butuh literasi.
Tengoklah betapa mirisnya drama yang terjadi. Pemimpin membuat kebijakan, kemudian dikritik, lantas dijawab, ”ndasmu!” Lalu disambut para menteri dan sejumlah elite politisi dengan tertawa dan tepuk tangan. Ini republik bro.
Ada pula pemuka agama yang mem-bully pedagang es asongan. Perundungan dilakukan di depan pengajian. Busyet, rekan seprofesi yang satu panggung dengan pelaku malah ngakak tertawa lebar. Akhlaknya di mana?
Kita harus bisa membedakan lelucon atau candaan dengan bullying. Padahal kita tahu orang bijak sering mengatakan jangan menasehati orang salah di muka umum, agar dia tidak merasa dipermalukan.
Dalam terminologi Jawa, “ndas” itu sebutan untuk kepala hewan. Sedangkan “sirah” itu sebutan untuk kepala manusia. Istilah “mustaka” digunakan untuk menyebut kepala pada orang yang lebih tua atau lebih dihormati.
Lantas apa korelasinya dengan literasi?
Saya kutip dari berbagai literatur, tujuan literasi adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, memahami informasi, dan mengambil kesimpulan. Ini artinya, literasi bertujuan meningkatkan pengetahuan, memperkaya perbendaharaan kata, dan mengoptimalkan kerja otak.
Masyarakat literat dalam arti sempit adalah masyarakat yang memiliki kemampuan membaca dan menulis. Dalam arti luas, masyarakat literat merupakan masyarakat yang dapat berpikir kritis dan peka terhadap lingkungan sekitar.
Diskursus tentang pentingnya literasi sering dibahas banyak kalangan. Mereka menyadari tingkat literasi Indonesia perlu dipacu, disuarakan karena masih terbilang paling rendah. Gerakan Literasi harus merangkul banyak pihak dan langkahnya harus membumi.
United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco) menyebut Indonesia berada di peringkat kedua dari bawah soal literasi dunia. Miris sekali, minat baca kita sangat rendah hanya 0,001 %. Ini artinya, dari 1.000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.
Lalu, bagaimana rilis Badan Pusat Statistik (BPS)? sebagai lembaga pemerintah non-kementerian yang bertugas menyediakan data statistik nasional maupun internasional yang menjadi rujukan pemerintah. Survei BPS tahun 2020 menunjukkan hanya sekitar 10% penduduk Indonesia yang rajin membaca buku.
Tahun 2016, Central Connecticut State University merilis hasil riset tentang World’s Most Literate Nations Ranked, di mana Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis dibawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).
Padahal, infrastruktur dan SDM pegiat literasi kita cukup mendukung. Tinggal kemauan dan dukungan kebijakan pemangku kepentingan perlu dioptimalkan. Masih banyak ASN yang ditempatkan di bidang ini beranggapan dirinya dibuang. Anggaran dijadikan alasan klasik, padahal kreativitasnya yang mandul.
Literasi mampu menjadikan masyarakat sekitar lebih berdaya, tidak mudah cepat bereaksi. Mengeliminir kebiasaan gampang menyebarkan hoaks atau ujaran kebencian, serta mengedukasi netizen bijak dalam media sosial.
Kita mencatat, ciri-ciri masyarakat literat itu di antaranya adalah:
1. Terhindar dari hoaks dan ujaran kebencian
2. Ramah dan sopan santun kepada sesama
3. Menjadikan ilmu pengetahuan lebih bermanfaat untuk orang lain
4. Membangun semangat kebersamaan untuk maju, dan
5. Memiliki empati dan peduli kepada sesama dan lingkungan.
Literasi membangun karakter bangsa. Mewujudkan masyarakat literat berarti menciptakan tatanan masyarakat yang mampu memahami realitas, menerima perbedaan, dan bijak bermedia sosial.
Ini selaras dengan Visi dan Misi Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Tulang Bawang Barat (Tubaba), Novriwan Jaya dan Nadirsyah yang baru dilantik Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, pada Kamis (20/2/2025).
Saat menyampaikan pidato perdana pada rapat paripurna program kerja awal bupati di ruang Sidang DPRD setempat, Senin (03/03/2025) Novriwan mengajak wujudkan mimpi bersama membawa Tubaba ke arah yang lebih baik.
Pesan Bupati Novriwan, masyarakat Tubaba jangan sungkan memberi kritik, informasi, dan saran kepada pemerintahannya. Ia menegaskan, bahwa kerjasama yang baik, keterbukaan serta kepercayaan masyarakat adalah kunci keberhasilan pembangunan yang akan dipimpinnya.
Novriwan bilang, akan membuat Pemerintah Kabupaten Tubaba berjalan penuh inovasi hingga lima tahun ke depan, “Menciptakan suatu hal baru yang berbeda, dilakukan dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan.”
Visi pembangunan pasangan Bupati dan Wakil Bupati Tulang Bawang Barat (Tubaba) ini adalah “Sejahtera, Merata, Kreatif, Inovatif dan Maju”. Di sini saya hanya mengutip kata KREATIF dan INOVATIF.
“Kreatif” bermakna fokus pada peningkatan daya saing melalui pemberdayaan kreativitas masyarakat. “Inovatif” berarti mengutamakan teknologi dan pendekatan baru dalam tata kelola pemerintahan serta pelayanan publik.
Ada 5 Misi Pembangunan yang disampaikan, saya kutip 2 misi yang bersesuaian dengan tulisan ini, yaitu:
1. Meningkatkan Kualitas SDM yang Kreatif dan Inovatif (Transformasi Sosial).
2. Membangun Kehidupan Masyarakat yang Aman, harmonis, Berkeadilan, dan Berbudaya.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi prioritas janji Novriwan, bukan karena ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional. “Meningkatkan kualitas SDM yang kreatif, inovatif, dan sejahtera meliputi sandang pangan, fasilitas pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial, serta memiliki pendapatan yang tetap.”
Tahun 2025, disebut Novriwan, sektor pendidikan akan melakukan pengadaan buku koleksi perpustakaan SD. Janji ini ditunggu bagaimana realisasinya oleh para pegiat literasi Tubaba.
Jika sesuai dengan apa yang disampaikan lisannya, mau mendengar saran pegiat literasi Tubaba. Pemkab dapat menggandeng dan memberi stimulus penulis dan penerbit Tubaba untuk menerbitkan buku-buku bacaan bermuatan lokal. Rindu giat Dewan Kesenian Tubaba.
Mimpi ini tak hanya mendorong lahirnya penulis pemula dan berbakat asal Tubaba juga menggali narasi sastra lisan yang mulai punah, adat istiadat, kuliner, destinasi wisata dan potensi lain yang perlu dibahanakan.
Jika berjalan, inikah gambaran Jalan Sastra Menuju Tubaba, dan langkah Kembali ke Masa Depan yang pernah terdengar seru gaungnya di Bhumi Ragem Sai Mangi Wawai. Semoga tak sepahit tegukan terakhir, kopi tanpa gulaku hari ini. Tabik. (***)
Candra Mukti, 5 Maret 2025