Menguak Siasat Licik Hasto Kristiyanto, Dalang Kasus Suap Harun Masiku

NASIONAL

Jakarta, Seruntingnews.com – Dugaan kasus suap yang menyeret Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tengah menjadi sorotan publik belakangan. Hasto kini resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena berperan penting dalam kasus ini. Sedangkan Harun Masiku masih buron.

Penetapan Hasto Kristiyanto diumumkan resmi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada, Selasa (24/12). Sebelum Hasto, ada tiga orang lebih dulu ditetapkan tersangka yakni, Wahyu Setiawan, Agustiani Tio dan Saeful.

Siasat Terbongkar

Kasus suap yang menyeret nama Hasto terjadi pada November 2019. Ketika itu anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan (Sumsel) I, Nazarudin Kiemas, meninggal beberapa pekan sebelum pemilihan umum 2019.

Siasat licik Hasto agar Harun Masiku duduk dikursi parlemen cukup rapih. Berawal saat Hasto menempatkan Harun Masiku di Dapil Sumsel I. Hasto menghalalkan segala cara agar Harun Masiku duduk di DPR RI lewat Pergantian Antar Waktu (PAW).

Hasto meminta MA memberi fatwa dan mengusahakan agar caleg yang seharusnya masuk ke DPR RI lewat PAW (Riezky Aprilia) diganti dengan Harun Masiku. Bahkan surat undangan pelantikan Riezky ditahan.

Kala itu yang berhak menggantikan Nazaruddin adalah Riezky Aprilia karena memperoleh suara terbanyak kedua dari dapil yang sama, yakni 44.402. Sementara Harun hanya memperoleh 5 ribu suara di dapil berbeda.

Disinilah rencana Hasto dimulai dengan memberikan sejumlah uang kepada Wahyu Setiawan. Singkat cerita, Wahyu menerima tawaran Hasto karena dirinya notabene kader partai yang menjadi komisioner KPU RI.

“HK mengatur Saeful dan Donny Tri Istiqomah yang sudah lebih dulu menjadi tersangka dalam pemberian suap ke Wahyu,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto.

OTT KPK Bocor, Masiku Kabur

Menoleh 8 Januari 2020, KPK bertindak melakukan Operasi Tangkap Tangah (OTT) terhadap Harun Masiku usai menjadi tersangka kasus suap pergantian antar-waktu (PAW) DPR RI dalam Pileg 2019. Namun hal itu gagal karena kabar OTT bocor.

Dalam konferensi pers penetapan tersangka Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, KPK menjelaskan bahwa Hasto mengetahui informasi OTT tersebut dan sempat meminta Harun untuk merusak handphone-nya lalu melarikan diri.

Hasto sendiri akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan juga tersangka perintangan penyidikan kasus yang libatkan Harun Masiku tersebut. Hasto disebut membantu Harun Masiku untuk melarikan diri dari OTT pada 2020 tersebut.

“Saudara HK memerintahkan Nur Hasan, penjaga rumah aspirasi Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor olehnya, untuk menelpon Harun Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri,” kata Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/12).

KPK akan menelusuri kembali bagaimana kebocoran informasi terkait OTT itu dapat terjadi. “Nanti semuanya akan kita coba telusuri kembali, hal-hal apa yang berkaitan, apakah ada informasi, apakah ada dugaan-dugaan, atau mereka hanya dapat selintingan saja,” terang Setyo.

Setyo menyebut penelurusan itu harus dilakukan mengingat kegiatan OTT tersebut telah terjadi beberapa tahun silam. KPK akan menggali keterangan dari pihak yang bersangkutan.

Lantas, kenapa KPK belum menangkap dan menahan Hasto? simak penjelasannya.

Alasan Sprindik

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu
mengungkapkan alasan belum menangkap Hasto karena tersendat oleh Surat Perintah Penyidikan (Sprindik).

Menurut Asep, Sprindik saat ini masih soal pengembangan perkara Harun Masiku yang diterbitkan tanggal 23 Desember 2024. Usai Sprindik baru keluar, KPK akan memanggil Hasto sebagai tersangka dugaan kasus suap.

Asep juga menyebut KPK masih perlu menggali keterangan para saksi terkait keterlibatan Hasto dalam kasus Harun Masiku. Nantinya KPK akan menyita barang bukti yang berkaitan dengan perkara Harun Masiku.

“Ditunggu saja, untuk penahanan pasti kita akan kabari,” kata Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Mandek Lima Tahun

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru menetapkan Hasto sekarang meski kasus tersebut sudah bergulir sejak 2019. KPK baru merasa bukti dalam kasus ini cukup. Lembaga antirasuah itu terus mengumpulkan bukti dan keterangan mengenai kasus ini.

“Baru sekarang ini karena kecukupan alat buktinya tadi sebagaimana sudah saya jelaskan di awal penyidik lebih yakin,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/12).

Setyo mengatakan penyidik KPK melakukan sejumlah pemeriksaan dan pemanggilan ulang sejumlah pihak dalam kasus ini. Proses-proses itu memberikan sejumlah bukti keterlibatan Hasto di kasus Harun Masiku. Dengan bekal itu, KPK pun resmi menetapkan status tersangka untuk Hasto.

“Baru kemudian diputuskanlah terbit surat perintah penyidikan gitu jadi sebetulnya alasan pertimbangan itu. Penetapan tersangka terhadap Hasto telah sesuai dengan tahapan yang berlaku di deputi penindakan KPK,” tandasnya.

Dalam kasus ini, tersangka Hasto terjerat pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Adapun Pasal 5 dalam UU Tipikor mengatur mengenai delik suap, yakni sebagai pihak pemberi.

Berikut bunyi pasalnya:

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau

b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Hasto Kristiyanto juga dijadikan sebagai tersangka perintangan penyidikan karena diduga telah mengumpulkan saksi-saksi dalam kasus suap ini dan mendoktrin agak tidak memberikan keterangan yang sebenarnya kepada KPK.

Laporan : Resi Junanda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *