Sebuah Cerita Anak: Adit dan Peri Hutan Larangan Las Sengok

OPINI

Oleh : Elia Sunarto

HARI masih pagi saat Toyota Rush putih meluncur tergesa di jalanan tanah menembus kabut dan dingin. Mobil plat B itu mengarah kediaman Cik Asan, tua-tua kampung. Tak lama berselang, sudah terlihat melintas keluar. Beberapa petani yang berpapasan buru-buru menepi memberi jalan.

Dua orang di bangku depan terlihat tegang. Kendaraan terus melaju kencang di tepi sungai Way Kiri yang mengalir tenang. Beda dengan Adit, mata bocah itu berbinar.

“Terimakasih…,” ucapnya lirih sambil mencium kuntum melati yang ia pegang. “Adit..!” seru ayahnya cemas. Bocah itu terkejut khawatir ayahnya melihat semua lewat spion.
Kendaraan mereka terus melaju meninggalkan Las Sengok1) di bantaran Way Kiri dan dikeramatkan penduduk setempat.

Memasuki pemukiman, Sabil mengoper persneling, Rush melesat kencang di jalan mulus arah Bandar Lampung. Disebelahnya terlihat istrinya mulai tertidur, sementara Adit di belakang terlihat bermain hape, Sabil menghela napas lega.

Siang itu keluarga Adit bersama kerabatnya melihat keunikan batu-batu vulkanik besar di hutan larangan Las Sengok, penduduk menyebutnya “Taman 1000 Batu”.

Konon bebatuan itu terlontar akibat letusan dahsyat gunung Krakatau ratusan tahun silam. Anehnya, batu-batu alam itu tersebar membentuk rasi bintang Orion. Ilmuwan menamainya Taman Megalithik Las Sengok.

Lokasinya tak jauh dari kampung kelahiran ayah Adit, Tiyuh Karta. Liburan ini Sabil ajak keluarganya mulang tiyuh2). Kangen suasana kampung tua di Kabupaten Tulang Bawang Barat itu.

Keceriaan keluarga asal Jakarta itu berubah, niat menikmati seruit3) gagal, Adit hilang. Semua panik, warga setempat dan aparat kepolisian ikut mencari dibantu tua-tua kampung daerah itu.

“Adit…di mana engkau nak, pulang sayang,” suara mama Adit. Kondisinya melemah, tiga kali tak sadarkan diri.

“Nyo dawah ino (bhs Lampung; hari apa ini)?” tanya Cik Asan orang pintar yang bilang Adit masih di penyiloan4). “Dibawa orang Bunian, penunggu Las Sengok.”

Pukul 11.34 Adit masih bersama si kembar anak lakau sanak5) ayahnya di bawah isem kumbang6). Tiba-tiba batu besar tempat mereka bermain terkuak. Muncul sosok gadis kecil cantik bermahkota untaian melati. Di belakangnya dalam tabir asap, ada pesawat seperti yang Adit lihat di Monas. Moncongnya menyerupai paruh garuda, gagah sekali. Adit adalah pengagum pesawat tempur.

Keinginannya naik pesawat tempur sampai terbawa mimpi. Tak heran jika Adit menurut ketika gadis kecil itu menuntunnya ke pesawat. Si kembar menghalangi, memanggil dan meraih tangan Adit. Terlambat, keduanya sudah lenyap dalam batu, membuat sepupunya ketakutan.

Adit dan Mala, peri cantik sahabat barunya terlihat duduk di kokpit, sumringah, gembira. Pesawat mereka terbang menembus awan, berputar-putar melintasi hutan dan gunung. Dari ketinggian mereka melihat satu kota megah diselimuti cahaya terang hijau keputih-putihan. Adit juga melihat kedua orang tuanya dan banyak orang memanggil-manggil dirinya.

Pesawat mereka mendekat berputar-putar, Adit melambaikan tangan dan berseru memanggil tetapi tak ada yang melihat kehadirannya. Dari balik bukit muncul asap hitam berwujud makhluk mengerikan tinggi besar bermata satu berambut api. Taring-taringnya panjang dan lidah terjulur. Makhluk itu memburunya.

Adit memekik, kuku-kuku tajam raksasa itu nyaris meraihnya. Pesawat Adit berguling-guling menukik ke bawah bermanuver seperti Sukhoi yang pernah ia lihat di langit Jakarta.

Adit balik menyerang, pesawatnya memuntahkan berbagai senjata mematikan. Raksasa itu kalang kabut, asap dan debu tebal beterbangan menutupi pandangan.
Mala memberi semangat. Tapi malang tak bisa dielak, pesawat Adit terjebak digulung pusaran angin, Adit terpelanting melayang dan, bumm!

Jelang petang dari arah penyiloan terdengar suara orang berteriak, “Sudah ketemu!” Orang-orang termasuk keluarga Adit berlarian ke titik di mana Cik Asan sebut itu gerbang selatan bumi.

Cik Asan masih merapal asihan7) ketika Adit yang tertidur pulas diangkat seorang petugas. Semua heran padahal belasan kali orang mencari di situ. Semua yang hadir bersyukur, tetua kampung juga gembira.

“Dia telah kembali beruntung dalam kondisi baik,” ujar seseorang di balik kerumunan.
“ini mengingatkan kita patuhi nasehat dannjaga adab karena melanggar pantangan bocah ini tersedot ke alam ghaib,” kata seorang tetua, diamini yang hadir.

Catatan:
1) Las Sengok: hutan larangan.
2) mulang tiyuh: pulang kampung
3) seruit: makanan khas Lampung dari ikan yang digoreng atau dibakar, dicampur sambal terasi, tempoyak, dan lalapan
4) penyiloan (bhs Lampung): artinya silakan. Kata yang diucapkan pada saat berada di gerbang atau pintu
5) lakau sanak : adik ipar
6) isem kumbang:mangga varietas lokal asal Tulang Bawang Barat
7) asihan (bhs Lampung) : mantra atau ucapan lisan yang dipercaya memiliki kekuatan gain.

TENTANG PENULIS

ELIA SUNARTO kadang dengan nama pena Sunan Kasmaran. Lahir di Kotagajah-Lampung Tengah, domisili di Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) Provinsi Lampung.

Mendapat julukan Perdana Menteri Republik Sastra Nenemo dari Ketua Umum Dewan Kesenian Tulang Bawang Barat, Fauzi Hasan, saat masih aktif sebagai Wakil Bupati Tubaba, Fauzi Hasan.

Senang berorganisasi, pernah aktif sebagai wartawan, sekarang lebih banyak freelance dan menekuni profesi sebagai penulis dan berkomitmen pada dunia literasi. Tulisannya berupa cerpen, puisi, esai, cerita anak.
Karya yang dibukukan ;

KERTAS KERJA ORANG TUBABA #1 kumpulan 10 penulis Tubaba (Aura Publishing, Oktober 2016), SURAT DARI PRAHA kumpulan cerpen dari 10 penulis (Rumah Imaji-Tubaba, Agustus 2018), CINTA MALAM DAN DONGENG KOPI kumpulan puisi 7 penyair (Rumah Imaji-Tubaba, September 2018), BISIKAN SEMESTA kumpulan puisi pemenang Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Sideris Lintang & Lintang Indonesia 2019 (T-Zone Publisher, Mei 2019), KERTAS KERJA ORANG TUBABA #2 (Rumah Imaji-Tubaba, Maret 2022), MENULIS CERPEN BERSAMA BUNDA LITERASI kumpulan cerpen 75 penulis (Pustaka Media, Juli 2022), DESA ADALAH WAJAH MASA DEPAN INDONESIA – Kumpulan Esai Pemenang Lomba Menulis Esai HUT Ke-10 SKH Lentera Swara Lampung, Desember 2022, PRANK – Antologi Flash Fiction Kolaborasi Bersama Gol A Gong (SIP Publishing, Maret 2023), KEPINGAN KISAH ISTIMEWA – Antologi Cerita Anak Genre Realis Kolaborasi Bersama Gol A Gong (SIP Publishing, Mei 2023), MEMBANGUN LAMPUNG DENGAN KEARIFAN LOKAL — Kumpulan Esai Zabidi Yakub, dkk., Inkubator Literasi Pustaka Nasional Tahun 2023 Wilayah Provinsi Lampung, e-book Kolaborasi Program Perpusnas Press dan Dewan Kesenian Lampung (Perpusnas Press, 2024), TERKENANG KAMPUNG HALAMAN: Ingatan-ingatan pada Tanah Kelahiran, Kumpulan Cerpen Kolaborasi (Sijado Institute, Februari 2024), AKHIRNYA BISA BERTEMU BANG DODO, Kumpulan Cerita Anak (SIP Publishing, Desember 2024). Rencana akan dilaunching di Seoul, Korea Selatan pada akhir Januari 2025.

Dapat disapa di beberapa akun sosmed diantaranya facebook ‘Elia Sunarto’, instagram @elia.sunarto serta Threads @elia.sunarto.

Penerima Penghargaan Komnas Anak Award 2018. Puisi berjudul PENJARA jadi juara pertama LCP Tingkat Nasional yang diselenggarakan Sideris Lintang dan Lintang Indonesia 2019. Anugerah Piagam Penghargaan Swasti-Saba Padapa 2019 dari Kementerian Kesehatan RI dan Kementerian Dalam Negeri RI 2019.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *